Zahid kembali ke masjid dengan kesedihan tak terkira. Keimanan dan ketakwaan
Zahid ternyata tidak mampu mengusir rasa cintanya pada Afirah. Apa yang ia
dengar dari ayah Afirah membuat nestapa jiwanya. Ia pun jatuh sakit. Suhu
badannya sangat panas. Berkali-kali ia pingsan. Ketika keadaannya kritis
seorang jamaah membawa dan merawatnya di rumahnya. Ia sering mengigau. Dari
bibirnya terucap kalimat tasbih, tahlil, istigfhar dan … Afirah.
Kabar tentang derita yang dialami Zahid ini tersebar ke seantero kota Kufah.
Angin pun meniupkan kabar ini ke telinga Afirah. Rasa cinta Afirah yang tak
kalah besarnya membuatnya menulis sebuah surat pendek,
Kepada Zahid,
Assalamu'alaikum
Aku telah mendengar betapa dalam rasa cintamu padaku. Rasa cinta itulah yang
membuatmu sakit dan menderita saat ini. Aku tahu kau selalu menyebut diriku
dalam mimpi dan sadarmu. Tak bisa kuingkari, aku pun mengalami hal yang
sama. Kaulah cintaku yang pertama. Dan kuingin kaulah pendamping hidupku
selama-lamanya.
Zahid,
Kalau kau mau. Aku tawarkan dua hal padamu untuk mengobati rasa haus kita
berdua. Pertama, aku akan datang ke tempatmu dan kita bisa memadu cinta.
Atau kau datanglah ke kamarku, akan aku tunjukkan jalan dan waktunya.
Wassalam
Afirah
============ ========= ========= ========= ========= ========= ======
Surat itu ia titipkan pada seorang pembantu setianya yang bisa dipercaya. Ia
berpesan agar surat itu langsung sampai ke tangan Zahid. Tidak boleh ada
orang ketiga yang membacanya. Dan meminta jawaban Zahid saat itu juga.
Hari itu juga surat Afirah sampai ke tangan Zahid. Dengan hati
berbunga-bunga Zahid menerima surat itu dan membacanya. Setelah tahu isinya
seluruh tubuhnya bergetar hebat. Ia menarik nafas panjang dan beristighfar
sebanyak-banyaknya. Dengan berlinang air mata ia menulis untuk Afirah :
Kepada Afirah,
Salamullahi'alaiki,
Benar aku sangat mencintaimu. Namun sakit dan deritaku ini tidaklah
semata-mata karena rasa cintaku padamu. Sakitku ini karena aku menginginkan
sebuah cinta suci yang mendatangkan pahala dan diridhai Allah 'Azza Wa
Jalla'. Inilah yang kudamba. Dan aku ingin mendamba yang sama. Bukan sebuah
cinta yang menyeret kepada kenistaan dosa dan murka-Nya.
Afirah,
Kedua tawaranmu itu tak ada yang kuterima. Aku ingin mengobati kehausan jiwa
ini dengan secangkir air cinta dari surga. Bukan air timah dari neraka.
Afirah, "Inni akhaafu in 'ashaitu Rabbi adzaaba yaumin 'adhim!" (
Sesungguhnya aku takut akan siksa hari yang besar jika aku durhaka pada
Rabb-ku. Az Zumar : 13 )
Afirah,
Jika kita terus bertakwa. Allah akan memberikan jalan keluar. Tak ada yang
bisa aku lakukan saat ini kecuali menangis pada-Nya. Tidak mudah meraih
cinta berbuah pahala. Namun aku sangat yakin dengan firmannya :
"Wanita-wanita yang tidak baik adalah untuk laki-laki yang tidak baik, dan
laki-laki yang tidak baik adalah buat wanita-wanita yang tidak baik (pula),
dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki
yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula). Mereka (yang dituduh)
itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka. Bagi mereka ampunan dan
rizki yang mulia (yaitu surga)."
Karena aku ingin mendapatkan seorang bidadari yang suci dan baik maka aku
akan berusaha kesucian dan kebaikan. Selanjutnya Allahlah yang menentukan.
Afirah,
Bersama surat ini aku sertakan sorbanku, semoga bisa jadi pelipur lara dan
rindumu. Hanya kepada Allah kita serahkan hidup dan mati kita.
Wassalam,
Zahid
Begitu membaca jawaban Zahid itu Afirah menangis. Ia menangis bukan karena
kecewa tapi menangis karena menemukan sesuatu yang sangat berharga, yaitu
hidayah. Pertemuan dan percintaannya dengan seorang pemuda saleh bernama
Zahid itu telah mengubah jalan hidupnya.
Sejak itu ia menanggalkan semua gaya hidupnya yang glamor. Ia berpaling dari
dunia dan menghadapkan wajahnya sepenuhnya untuk akhirat. Sorban putih
pemberian Zahid ia jadikan sajadah, tempat dimana ia bersujud, dan menangis
di tengah malam memohon ampunan dan rahmat Allah SWT. Siang ia puasa malam
ia habiskan dengan bermunajat pada Tuhannya. Di atas sajadah putih ia
menemukan cinta yang lebih agung dan lebih indah, yaitu cinta kepada Allah
SWT. Hal yang sama juga dilakukan Zahid di masjid Kufah. Keduanya
benar-benar larut dalam samudera cinta kepada Allah SWT.
Allah Maha Rahman dan Rahim. Beberapa bulan kemudian Zahid menerima sepucuk
surat dari Afirah :
Kepada Zahid,
Assalamu'alaikum,
Segala puji bagi Allah, Dialah Tuhan yang memberi jalan keluar hamba-Nya
yang bertakwa. Hari ini ayahku memutuskan tali pertunanganku dengan Yasir.
Beliau telah terbuka hatinya. Cepatlah kau datang melamarku. Dan kita
laksanakan pernikahan mengikuti sunnah Rasululullah SAW. Secepatnya.
Wassalam,
Seketika itu Zahid sujud syukur di mihrab masjid Kufah. Bunga-bunga cinta
bermekaran dalam hatinya. Tiada henti bibirnya mengucapkan hamdalah.
Diambil dari buku dengan judul yang sama karya Habiburrahman El Shirazy.
Dapatkan bukunya dan simak 37 cerita keren lainnya.
Penerbit:
1. Penerbit Republika
2. Pesantren Basmala Indonesia
3. MD Entertainment
Cetakan VII, Juni 2006
No comments:
Post a Comment
tinggalkan komentar.!