Dari Abu Hurairah ia berkata: telah bersabda Rasulullah shalalahu ‘alaihi wa sallam: “Sesungguhnya Alloh telah berfirman: Barang siapa yang memusuhi Waliku maka sesungguhnya Aku telah menyatakan perang kepadanya, dan tidaklah seorang hambaKu mendekatkan diri kepadaKu dengan sesuatu ibadah yang lebih Aku cintai dari apa yang telah Aku wajibkan kepadanya, dan senantiasa seorang hambaKu mendekatkan diri kepadaKu dengan amalan-amalan sunnah hingga Aku mencintainya.
Jika Aku mencintainya jadilah aku sebagai pendengarannya yang ia gunakan untuk mendengar, dan sebagai penglihatannya yang ia gunakan untuk melihat, dan sebagai tangannya yang ia gunakan untuk berbuat, dan sebagai kakinya yang ia gunakan untuk berjalan. Dan jika ia meminta (sesuatu) kepadaKu pasti Aku akan memberinya, dan jika ia memohon perlindungan dariKu pasti Aku akan melindunginya”.
Sedangkan wali dalam kisah penyebaran islam di nusantara, menurut konsensus
Adapun secara terminologi menurut pengertian sebagian ulama ahlussunah, wali adalah orang yang beriman lagi bertakwa tetapi ia bukan seorang nabi. Sebagian ulama lain berpendapat bahwa seluruh orang yang beriman lagi bertaqwa adalah disebut wali Allah, dan wali Allah yang paling utama adalah para nabi, yang paling utama diantara para nabi adalah para rasul, yang paling utama diantara para rasul adalah Ulul ‘azmi, yang paling utama diantara Ulul ‘azmi adalah
Maka para wali Allah tersebut memiliki perbedaan dalam tingkat keimanan mereka, sebagaimana mereka memiliki tingkat yang berbeda pula dalam kedekatan Mereka dengan Allah.
Dua golongan wali
*Assaabiquun Almuqarrabuun (barisan terdepan dari orang-orang yang dekat dengan Allah)
Mereka yang melakukan hal-hal yang mandub (sunnah) serta menjauhi hal-hal yang makruh disamping melakukan hal-hal yang wajib. Sebagaimana lanjutan hadits: “Dan senantiasa seorang hambaku mendekatkan diri kepadaku dengan amalan-amalan sunnah hingga Aku mencintainya.”
*Ashaabulyamiin (golongan kanan)
Mereka hanya cukup dengan melaksanakan hal-hal yang wajib saja serta menjauhi hal-hal yang diharamkan, tanpa melakukan hal-hal yang mandub atau menjauhi hal-hal yang makruh. Sebagaimana yang disebutkan dalam potongan hadits di atas: “Dan tidaklah seorang hambaku mendekatkan diri kepadaKu dengan sesuatu ibadah yang lebih Aku cintai dari apa yang telah Aku wajibkan kepadanya”.
Kedua golongan ini disebutkan Allah dalan firman-Nya: “Adapun jika ia termasuk golongan yang dekat (kepada Allah). Maka
No comments:
Post a Comment
tinggalkan komentar.!